Pada dasarnya, perkembangan situasi politik dan kenegaraan Indonesia
pada awal kemerdekaan sangat dipengaruhi oleh pembentukan KNIP serta
dikeluarkannya Maklumat Politik 3 November 1945 oleh wakil Presiden Moh.
Hatta. Isi maklumat tersebut menekankan pentingnya kemunculan
partai-partai politik di Indonesia. Partai politik harus muncul sebelum
pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat yang dilangsungkan pada
Januari 1946.
Keragaman Ideologi Partai Politik di Indonesia
Maklumat Politik 3 November 1945, yang dikeluarkan oleh Moh. Hatta,
hadir sebagai sebuah peraturan dari pemerintah Indonesia yang bertujuan
mengakomodasi suara rakyat yang majemuk. Akibatnya, munculah
partai-partai politik dengan berbagai ideologi. Partai-partai politik
tersebut mempunyai arah dan metode pergerakan yang berbeda-beda.
Di antaranya adalah partai politik berhaluan nasionalis, yaitu PNI
penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia, Serikat Rakyat Indonesia, dan
Gabungan Republik Indonesia yang berdiri pada 29 Januari 1946, dipimpin
oleh Sidik Djojosukaro.
Kemunculan partai-partai berhaluan sosialis-komunis pada walnya
merupakan bentuk pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun, seiring
perkembangannya, partai ini menerapkan cara revolusioner yang tidak
dapat diterima oleh masyarakat Indonesia.
Hubungan antara KNIP dan Lembaga Pemerintahan
Dilatarbelakangi oleh berbagai situasi negara yang genting, seperti
keadaan Jakarta di awal 1946, yang sangat rawan oleh teror dan
intimidasi pihak asing , mengharuskan para petinggi bangsa untuk
memindahkan ibu kota negara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946 untuk
sementara waktu.
Pada dasarnya, posisi wewenang KNIP dikukuhkan melalui Maklumat X, 16
Oktober 1945, yang memberikan kuasa legislatif terhadap badan tersebut.
Dengan maklumat itu, KNIP yang dibentuk pada 22 Agustus 1945, berposisi
seperti layaknya Dewan Perwakilan Rakyat untuk sementara waktu sebelum
dilaksanakannya pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat yang sebenarnya. Tugas Komisi Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
adalah membantu dan menjadi pengawas kinerja presiden dalam melaksanakan
tugas pemerintahan. KNIP mempunyai kuasa untuk memberikan usulan
kebijakan kepada presiden dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.
Sementara itu, Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) bertugas untuk
membantu dan mengawasi jalannya kinerja pemerintahan di tataran lebih
rendah daripada presiden, seperti gubernur dan bupati.
Hubungan antara Keragaman Ideologi dan Pembentukan Lembaga Kepresidenan
Terdapatnya keragaman ideologi yang terbagi ke dalam golongan
nasionalis, agama, dan sosialis-komunis pada era awal kemerdekaan
ternyata mengandung implikasi yang signifikan terhadap struktur
kepemimpinan negara. Perubahan otoritas KNIP dan munculnya berbagai
partai politik di Indonesia menjadi dua katalisator utama terhadap
perubahan struktur kekuasaan pemerintahan. Naiknya Sutan Syahrir sebagai
Perdana Menteri Indonesia juga memiliki andil dalam perubahan itu.
Lembaga kepresidenan sendiri telah dibentuk pada 2 September 1945, pada
kesempatan itu, Presiden Soekarno membentuk susunan kabinet sebagai
pelaksana eksekutif dari lembaga kepresidenan Indonesia. Hal itu
merupakan manifestasi dari penguatan lembaga kepresidenan untuk dapat
melaksanakan tugas negara dengan optimal.
Susunan kabinet yang dibentuk pada 2 September 1945, pada dasarnya,
mencerminkan komposisi yang mewakili keragaman ideologi di Indonesia.
Meskipun partai-partai politik baru bermunculan, setelah dikeluarkannya
Maklumat 3 November 1945, kondisi keragaman ideologi ini telah berperan
besar dalam susunan lembaga kepresidenan negara.
Strategi Pembangunan Nasional Masa Orde Baru dan Reformasi
Mengapa keluarnya Supersemar menandai lahirnya pemerintah Orde Baru.
Agar kalian memahami, ada baiknya kita flashback ke materi yang lalu.
Bagaimana kondisi bangsa pada masa Demokrasi Terpimpin? Kondisi ekonomi
sangat parah dan kondisi politik memanas karena adanya persaingan
politik antara PKI dan TNI AD. Puncaknya terjadi peristiwa G 30 S/PKI.
Akibatnya kehidupan berbangsa mengalami kekacauan. Oleh karena itu untuk
memulihkan keadaan, Presiden Soekarno mengeluarkan Supersemar. Sekarang
kalian paham, bukan? Pada masa Orde Baru, pemerintah melaksanakan
pembangunan untuk menata kehidupan rakyat. Dengan pembangunan tersebut,
tercapai kemajuan dalam berbagai bidang. Namun keberhasilan tersebut
tidak diimbangi dengan fondasi yang kokoh. Akibatnya ketika diterpa
krisis moneter, ekonomi Indonesia mudah rapuh. Mengapa hal tersebut bisa
terjadi? Bagaimana pula dampaknya terhadap kelangsungan pemerintah orde
baru? Agar kalian lebih paham, maka cermatilah materi berikut ini.
1. Lahirnya Orde Baru
Sejak gerakan PKI berhasil ditumpas, Presiden Soekarno belum bertindak
tegas terhadap G 30 S/PKI. Hal ini menimbulkan ketidaksabaran di
kalangan mahasiswa dan masyarakat. Pada tanggal 26 Oktober 1965 berbagai
kesatuan aksi seperti KAMI, KAPI, KAGI, KASI, dan lainnya mengadakan
demonsrasi. Mereka membulatkan barisan dalam Front Pancasila. Dalam
kondisi ekonomi yang parah, para demonstran menyuarakan Tri Tuntutan
Rakyat (Tritura). Pada tanggal 10 Januari 1966 para demonstran
mendatangi DPR-GR dan mengajukan Tritura yang isinya:
1. pembubaran PKI,
2. pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
3. penurunan harga.
Menghadapi aksi mahasiswa, Presiden Soekarno menyerukan pembentukan
Barisan Soekarno kepada para pendukungnya. Pada tanggal 23 Februari 1966
kembali terjadi demonstrasi. Dalam demonsrasi tersebut, gugur seorang
mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Oleh para demonstran Arif
dijadikan Pahlawan Ampera. Ketika terjadi demonsrasi, presiden merombak
kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang Disempurnakan. Oleh
mahasiswa susunan kabinet yang baru ditentang karena banyak pendukung G
30 S/PKI yang duduk dalam kabinet, sehingga mahasiswa memberi nama
kabinet Gestapu. Saat berpidato di depan sidang kabinet tanggal 11 Maret
1966, presiden diberitahu oleh Brigjen Subur. Isinya bahwa di luar
istana terdapat pasukan tak dikenal. Presiden Soekarno merasa khawatir
dan segera meninggalkan sidang. Presiden bersama Dr. Soebandrio dan Dr.
Chaerul Saleh menuju Istana Bogor. Tiga perwira tinggi TNI AD yaitu
Mayjen Basuki Rahmat, Brigjen M. Yusuf, dan Brigjen Amir Mahmud menyusul
presiden ke Istana Bogor. Tujuannya agar Presiden Soekarno tidak merasa
terpencil. Selain itu supaya yakin bahwa TNI AD bersedia mengatasi
keadaan asal diberi kepercayaan penuh. Oleh karena itu presiden memberi
mandat kepada Letjen Soeharto untuk memulihkan keadaan dan kewibawaan
pemerintah. Mandat itu dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar). Keluarnya Supersemar dianggap sebagai tonggak lahirnya
Orde Baru. Supersemar pada intinya berisi perintah kepada Letjen
Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya
keamanan dan kestabilan jalannya pemerintahan. Selain itu untuk menjamin
keselamatan presiden.
Bagi bangsa Indonesia Supersemar memiliki arti penting berikut :
1. Menjadi tonggak lahirnya Orde Baru.
2. Dengan Supersemar, Letjen Soeharto mengambil beberapa tindakan untuk
menjamin kestabilan jalannya pemerintahan dan revolusi Indonesia.
3. Lahirnya Supersemar menjadi awal penataan kehidupan sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945.Kedudukan Supersemar secara hukum semakin kuat
setelah dilegalkan melalui Ketetapan MPRS No. IX/ MPRS/1966 tanggal 21
Juni 1966. Sebagai pengemban dan pemegang Supersemar, Letnan Jenderal
Soeharto mengambil beberapa langkah strategis berikut.
1. Pada tanggal 12 Maret 1966 menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang dan membubarkan PKI termasuk ormas-ormasnya.
2. Pada tanggal 18 Maret 1966 menahan 15 orang menteri yang diduga terlibat dalam G 30 S/PKI.
3. Membersihkan MPRS dan DPR serta lembaga-lembaga negara lainnya dari pengaruh PKI dan unsur-unsur komunis.
B. Berbagai Peristiwa Penting di Bidang Politik pada Masa Orde Baru
Dalam melaksanakan langkah-langkah politiknya, Letjen Soeharto
berlandaskan pada Supersemar. Agar dikemudian tidak menimbulkan masalah,
maka Supersemar perlu diberi landasan hukum. Oleh karena itu pada
tanggal 20 Juni 1966 MPRS mengadakan sidang umum. Berikut ini ketetapan
MPRS hasil sidang umum tersebut.
1. Ketetapan MPRS No. IX/MPRS/1966, tentang Pengesahan dan Pengukuhan Supersemar.
2. Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966, tentang Pemilihan Umum yang dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 5 Juli 1968.
3. Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/1966, tentang penegasan kembali Landasan
Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia yang bebas dan aktif.
4. Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966, tentang Pembentukan Kabinet Ampera.
5. Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966, tentang Pembubaran Partai Komunis
Indonesia (PKI), dan menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di
seluruh wilayah Indonesia.
Dalam sidang ini, MPRS juga menolak pidato pertanggungjawaban Presiden
Soekarno yang berjudul “Nawaksara” (sembilan pasal), sebab pidato
pertanggungjawaban Presiden Soekarno tidak menyinggung masalah PKI atau
peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September 1965. Selanjutnya MPRS
melaksanakan Sidang Istimewa tanggal 7 – 12 Maret 1967. Dalam Sidang
Istimewa ini MPRS menghasilkan empat Ketetapan penting berikut.
1. Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 tentang pencabutan kekuasaan dari
Presiden Soekarno dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Pejabat
Presiden sampai dipilihnya presiden oleh MPRS hasil Pemilu.
2. Ketetapan MPRS No. XXXIV/MPRS/1967 tentang peninjauan kembali
Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik Indonesia
sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara.
3. Ketetapan MPRS No. XXXV/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS No. XVII/MPRS/1966 tentang Pemimpin Besar Revolusi.
4. Ketetapan MPRS No. XXXVI/MPRS/1967 tentang pencabutan Ketetapan MPRS
No. XXVI/MPRS/1966 tentang pembentukan panitia penelitian ajaran-ajaran
Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Berdasarkan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 maka dibentuk Kabinet
Ampera pada tanggal 25 Juli 1966. Pembentukan Kabinet Ampera merupakan
upaya mewujudkan Tritura yang ketiga, yaitu perbaikan ekonomi. Tugas
pokok Kabinet Ampera disebut Dwi Dharma yaitu menciptakan stabilitas
politik dan stabilitas ekonomi.
Program kerjanya disebut Catur Karya, yang isinya antara lain:
1. memperbaiki kehidupan rakyat terutama sandang dan pangan,
2. melaksanakan Pemilu,
3. melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional, dan
4. melanjutkan perjuangan antiimperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai presiden yang kedua
(1967-1998), Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde
Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan
Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
1. Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
2. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
3. Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila)
sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila,
yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan
pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru
dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan
satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut
adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul
Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai
Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia
(Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam
Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam
pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak
pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu
diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan
dari kaum cendekiawan dan ABRI.
Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan
untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi
partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
1. Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
2. Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan
IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru
juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut
ini upayaupaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi anggota PBB.
Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia pernah keluar dari
PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan
PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB ditunjukkan ketika Menteri Luar
Negeri Adam Malik terpilih menjadi ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk
masa sidang tahun 1974.
2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC
disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan
kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri
Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan persetujuan
normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus sejak tanggal 17
September 1963. Persetujuan normalisasi ini merupakan hasil Persetujuan
Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1966.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar
Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh Wakil Perdana
Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak. Pertemuan tersebut
menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan Bangkok (Bangkok
Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan kembali
keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan mereka dalam
Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu negara
pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik
bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi
Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal
berdirinya organisasi ASEAN.
C. Kebijakan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Indonesia melaksanakan pembangunan dalam berbagai
aspek kehidupan. Tujuannya adalah terciptanya masyarakat adil dan makmur
yang merata materiil dan spirituil berdasarkan Pancasila.
Pelaksanaan pembangunan bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yang isinya meliputi hal-hal berikut.
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya.
Berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional disusun Pola Umum
Pembangunan Jangka Panjang yang meliputi kurun waktu 25-30 tahun.
Pembangunan Jangka Panjang (PJP) 25 tahun pertama dimulai tahun 1969 –
1994. Sasaran utama PJP I adalah terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat dan
tercapainya struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan
pertanian. Selain jangka panjang juga berjangka pendek. Setiap tahap
berjangka waktu lima tahun. Tujuan pembangunan dalam setiap pelita
adalah pertanian, yaitu meningkatnya penghasilan produsen pertanian
sehingga mereka akan terangsang untuk membeli barang kebutuhan
sehari-hari yang dihasilkan oleh sektor industri. Sampai tahun 1999,
pelita di Indonesia sudah dilaksanakan sebanyak 6 kali. Untuk lebih
jelasnya lihat tabel 13.1.
Dalam membiayai pelaksanaan pembangunan, tentu dibutuhkan dana yang
besar. Di samping mengandalkan devisa dari ekspor nonmigas, pemerintah
juga mencari bantuan kredit luar negeri. Dalam hal ini, badan keuangan
internasional IMF berperan penting. Dengan adanya pembangunan tersebut,
perekonomian Indonesia mencapai kemajuan. Meskipun demikian, laju
pertumbuhan ekonomi yang cukup besar hanya dinikmati para pengusaha
besar yang dekat dengan penguasa. Pertumbuhan ekonomi tidak dibarengi
dengan pemerataan dan landasan ekonomi yang mantap sehingga ketika
terjadi krisis ekonomi dunia sekitar tahun 1997, Indonesia tidak mampu
bertahan sebab ekonomi Indonesia dibangun dalam fondasi yang rapuh.
Bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi dan krisis moneter yang cukup
berat. Bantuan IMF ternyata tidak mampu membangkitkan perekonomian
nasional. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya
pemerintahan Orde Baru tahun 1998.
D. Runtuhnya Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1. Runtuhnya Orde Baru
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis
moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus
memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus
memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus
meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok
menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah
perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran
dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi
peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut
adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin
Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar
sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII
menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite
Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU
Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam
perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri
menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan
tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri
dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada
wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya
kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
2. Kondisi Politik pada Masa Pemerintahan Habibie
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a. masa depan Reformasi;
b. masa depan ABRI;
c. masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia;
d. masa depan Soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya; serta
e. masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie
dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
a. Kebijakan dalam bidang politik
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket
undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang
lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
1) UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
2) UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
3) UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
b. Kebijakan dalam bidang ekonomi
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor
perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
c. Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat
kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari
berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik
secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan
pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers
dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha
Penerbitan (SIUP).
d. Pelaksanaan Pemilu
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu
multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu
tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa
pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha
Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah
Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor
Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di
bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor
Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur
mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste
dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.
sumber diambil dari : http://tulusariyanto.blogspot.com/2011/04/tulisan-pkn-yang-ke-4.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar